Pelangi dan Manfaat Dzikir
Oleh:
Ustaz Khairul Anwar
Pengasuh
Majelis Asma Dzikir
Kangmuksit.com-Dalam kitab al-Wabil ash-Shayyib telah
disebutkan sekitar seratus faidah dzikir berserta rahasia-rahasia, keagungan,
manfaat dan buahnya yang bagus. Di sana juga disebutkan tiga macam dzikir,
yaitu:
![]() |
Gambar dari sini |
1.
Dzkir asma, sifat dan
makna-maknanya, pujian terhadap Allah dengan asma dan sifat-sifat itu serta pengesaan
Allah.
2.
Dzikir perintah dan
larangan, halal dan haram.
3.
Dzikir kurnia, nikmat,
kemurahan dan kebaiakan.
Ada tiga macam dzikir lainnya yang berkaitan dengan
cara pelaksanaan nya, yaitu:
1.
Dzikir dengan menyelaraskan
antara lisan dan hati. Ini merupakan tingkatan dzikir yang paling tinggi
2.
Dzikir dengan hati semata.
3.
Dzikir dengan lisan semata.
Pengarang Manazil as-Sa’irin berkata, “Dzikir artinya membebaskan diri dari lalai dan lupa”.
Pebedaan antara lalai dan lupa, bahwa lalai merupakan pilihan pelakunya. Sedangkan
lupa bukan karena pilihannya. Karena itu Allah berfirman, “Dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai” tidak dikatan, “Janganlah kamu
termasuk orang-orang yang lupa”, karena lupa tidak termasuk dalam
pembebanan kewajiban, sehingga tidak dilarang.
Baca juga: Dzikir di Dalam Hadits
Tiga Derajat Dzikir
Menurut Syaikh, ada tiga derajat dzikir, yaitu: (i) Dzikir
secara zhahir, (ii) Dzikir berupa pujian, (iii) Dzikir berupa do’a dan
pengawasan.
Baca juga: Menanam Dzikir ke Dalam Hati
Yang dimaksud zhahir adalah apa yang di sampaikan lisan
dan sesuai dengan suara hati. Jadi tidak sekedar dzikir sebatas lisan semata.,
karena banyak orang yang tidak beranggapan seperti ini. Sedangkan pujian
seperti ucapan SubhanAllah wal-hamdulillah, la ilaha illAllah wAllahu akbar.
Sedangkan dzikir yang berupa do’a adalah seperti yang
banyak disebutkan dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah, dan hal ini sangat banyak
jenisnya.
Baca juga: Senjata-Senjata Dzikir
Adapun dzikir yang berupa pengawasan seperti ucapan, “Allah
besertaku, Allah melihatku, Allah menyaksikan aku,” dan lain sebagainya
yang dapat menguatkan kebersamaan dengan Allah, yang intinya mengandung
pengawasan terhadap kemaslahan hati, menjaga adab bersama Allah, mewaspadai kelalaian
dan melindungi dari setan serta hawa nafsu.
Dzikir Nabawi
Dzikir-zikir nabawi menghimpun tiga perkara, yaitu
pujian terhadap Allah, penyampaian do’a dan permohonan, pengakuan terhadap
Allah. Maka disebutlah di dalam hadist, “Do’a yang paling baik adalah ucapan alhamdulillah.
Baca juga: Kenapa Kita Perlu Berdzikir
Ada seorang bertaya kepada Sufyan bin Uyainah, “Apa
pasalnya alhadulillah dijadikan do’a?” Maka dia menjawab, “Apakah engkau tidak
mendengar perkataan Umayyah bin Assh-Shallat kepada Abdullah bin Jud’an yang
mengharapkan pemberiannya,”Layakkah aku menyebutkan kebutuhanku, padahal orang
yang memberiku telah mencukupi aku? Perilakumu itupun sudah disebut pemberian.”
Dzikir-dzikir Nabawi juga mencakup kesempurnaan
pengawasan, kemaslahatan hati, kewaspadaan dari kelalaian dan berlindung dari setan,
yaitu;
1.
Dzikir tersembunyi, yaitu dzikir yang membebaskan diri dari belenggu,
berada bersama Allah dan hati yang senantiasa bermunajat kepada Rabbnya. Yang dimaksud
tersembunyi di sini, dzikir tersebut hanya dilakukan
dengan hati. Ini merupakan dari buah dzikir yang pertama. Sedangkan maksud dari
“membebaskan diri dari
belenggu” artinya
membebaskan diri dari tabir penghalang antara hati dan Allah. Bersama Allah artinya seakan akan
melihat Allah. Senantiasa bermunajat artinya menjadikan hati bermunajat,
terkadang dengan cara merendahkan diri. Terkadang,
munajat itu dengan cara
memuji, mengagungkan dan lain sebagainya. Macam-macam munajat yang dilakukan dengan
sembunyi sembunyi adalah
munajat yang dilakukan dengan
hati. Ini merupakan keadaan setiap orang yang jatuh cinta dan yang dicintai.
2.
Dzikir yang hakiki, yaitu
pengingatan Allah terhadap dirimu, membebaskan diri dari kesaksian dzikirmu dan
mengetahui bualan orang yang berdzikir bahwa ia berada dalam dzikir. Dzikir dalam derajat ini disebut yang
hakiki, karena dzikir itu dinisbatkan kepada Allah. Sedangkan dzikir yang
dinisbatkan kepada hamba, maka itu bukan hakiki. Allah yang mengingat hambanya
merupakan dzikir Allah kepada hambanya dan dia menyebutnya di antara orang
orang yang layak untuk diingat, lalu menjadikannya orang yang senantiasa
berdzikir kepadanya. Jadi pada hakikatnya orang yang berdzikir kepada-Nya, lalu Allah-pun mengingatnya.
Orang yang berada dalam dzikir lalu dia mempersaksikan terhadap dirinya bahwa
dia orang yang berdzikir, merupakan bualan. Padahal dia tidak mempunyai
kekuasaan untuk berbuat. Bualan ini tidak hilang dari dirinya kecuali jikadia
meniadakan kesaksian terhadap dzikirnya.