Silaturahmi dan “The New Normal”

Baru saja kita
merayakan hari kemenagan umat Islam. Namun hari raya sekarang terasa amat
berbeda jika dibandingkan dengan hari raya sebelumnya.
Perbedaan itu
tidak hanya dirasakan oleh kaum muslim lokal Indonesia, tetapi juga dunia
merasakan hal yang sama.
Gaya silaturahmi
pun berubah drastis, terutama di daerah zona merah covid-19. Walaupun di
pelosok desa, rasanya tidak ada yang berubah.
Muali dari
shalat fardhu, shalat taraweh, hingga shalat iedul fitri dilaksanakan dengan
volume jamaah yang sama seperti
tahun-tahun lalu.
Tulisan kali
ini akan sedikit mengupas tentang perubahan gaya silaturahim pasca merebaknya
virus corona di seantero jaga bumi.
Kemajuan
teknologi juga ikut andil dalam perubahan gaya silaturahim ini. Orang gaptek
(gagap teknologi) dipaksa untuk mengerti cara menggunakan tekhnologi.
Ini bisa
dikatakan sisi positif dari adanya virus corona. Semua dilakukan secara virtual
atau online. Meski masih banyak terutama di kampung-kampung yang tetap
menjalani kehidupan laiknya normal.
Saat ini,
silaturahim banyak dilakukan dengan memakai kemajuan teknologi komunikasi yang
tersedia.
Misalnya, yang
sedang rame digunakan adalah aplikasi zoom meeting yang dikembangka oleh
perusahaan raksasa google.
Sepertinya hampir
semua perusaan menggunakan aplikasi ini untuk keperluan pekerjaannya. Maka semenjak
virus corona merebak di Indonesia, aplikasi satu ini menjadi sangat populer.
Lebih dari itu,
para asatidz atau kyai-kyai sepuh yang sebelumnya jarang menggunakan apliaksi
online seperti ini kemudian dipaksa oleh keadaan untuk akrab.
Selain dipakai
oleh perusahaan, para ustadz atau kyai untuk kajian keislaman, aplikasi zoom
meeting ini pula menjadi media silaturahmi semua orang.
Setelah kebijakan
pemerintah melarang atau menganjurkan untuk tidak mudilk atau pulang kampung,
maka mereka menggunakan aplikasi ini untuk bersilaturahmi dengan keluarga di
kampung halaman.
Covid-19 telah
menggeser nilai atau budaya silaturahmi menjadi virtual atau dilakukan secara
jarak jauh.
Meski demikian,
esensi dari silaturahim seharusnya tidak berubah. Ia tetap sama menjalin atau
menghubungkan kasih sayang antara sesama keluarga.
Jarak yang jauh
tidak kemudian mengurangi nilai silaturahmi antara sesama keluarga dan sanak
family.
Bahkan harus
memunculkan nilai lebih dibanding biasanya, bertatap muka dan berkumpul bersama
keluarga.
Saat ini,
beberapa negara berencana memberlakukan apa yang dinamakan “The New Normal”
atau keadaan normal yang baru.
Misal, negara
Turki, berencana membuka kembali beberapa destinasi wisata untuk negara asing
dengan memberlakukan protokol kesehatan ketat.
Hal ini mungkin
dilakukan untuk mengembalikan keadaan ekonomi sebuah negara. Karena dalam
sebuah portal berita, bahwa WHO mengatakan virus corona mungkin tidak akan
hilang dari muka bumi.
Meski berita
ini tidak sepenuhnya benar. Apalagi bagi sebuah negar dengan ideologi Islam. Orang
yang beragama Islam memiliki keyakinan bahwa setiap penyakit pasti ada penawar
atau obatnya.
Keyakinan inilah
yang membuat orang Islam atau negara yang berpenduduk Islam tidak begitu yakin
dengan berita yang disampaikan oleh organisasi kesehatan dunia atau WHO.
Tetapi juga
tetap waspada terhadap penyebaran virus corona yang semakin hari semakin memakan
korban jiwa.
Oleh karena
itu, langkah untuk memberlakukan “the New Normal” adalah upaya atau akbat dari
apa yang disampaika oleh oragnisasi
kesehatan dunia, yaitu bahwa virus corona mungkin tidak akan pergi dari muka
bumi ini.
Semoga ibadah
puasa tahun ini diterima disisi Allah Swt. Dan bisa berjumppa kembali dengan
ramadhan tahun depan dalam keadaan yang baik dan terbebas dari virus corona.
Muksit Haetami
Pelayan Tamu Allah & Rasulullah