Kisah Nyata; Jamaah Umroh Tidak Bisa Melihat Ka'bah
Bismillah,
hari ini saya akan sharing sebuah pengalaman sewaktu membawa jamaah umroh ke
tanah suci Makkh dan Madinah. Pengalaman ini sangat berharga dan sekaligus
membuka mata saya. Dari pengalaman ini, mudah-mudahan ada hikmah yang dapat
dipetik untuk diamalkan di kehidupan sehari-hari.
Tonton Video: Kisah Jamaah Susah Melihat Ka'bah
Pengalaman
ini terjadi kira-kira tahun 2015 silam saat membawa rombongan jamaah dari
sebuah Majelis Ta’lim daerah Bogor Jawa Barat. Yang menjadi kordinator adalah
seorang Ustadzah pimpinan Majelis ta’lim tersebut.
Saya banyak
membawa jamaah yang berasal dari daerah. Jadi tidak heran jika saat
diperjalanan dan waktu di tanah suci harus benar-benar mendampingi. Karena jika
dibiarkan sesaat saja, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Hal-hal yang sering terjadi pada jamaah terutama jamaah lansia
Nyasar
Ini sering
banget terjadi. Penyebabnya karena jamaah tersebut terpisah atau memisahkan
diri dari rombongan baik saat hendak ke Masjid atau pulang dari Masjid atau
juga saat selesai dari ziarah luar/dalam.
Kenapa bisa
nyasar? Karena selain terpisah dari rombongan, jamaah lansia juga terkadang
sering lupa memakai id card yang telah disediakan oleh travel. Maka salah satu
kunci agar menghindari nyasar adalah tidak memisahkan diri dari rombongan dan
selalu menggunakan ID Card kemanapun pergi.
Meski nyasar, tapi karena menggunakan id card, itu akan sangat membantu. Biasanya ada jamaah lain yang mengantarkan ke hotel. Atau menelpon nomer Muthawif/pembimbing umroh yang memang dicantumkan di id card bagian belakang.
Hilang
Kejadian hilang
jamaah ini sering terjadi. Bahkan tidak hanya jamaah lansia, yang muda terkadang
bisa juga hilang. Terlepas dari urusan balasan atas amal perbuatan di tanah air,
hal ini sebenarnya bisa diminimalisir oleh Muthawif atau tour leader umroh yang
bertanggung jawab atas keberadaan jamaah umroh di tanah suci.
Lagi-lagi,
penyebab hilangnya jamaah adalah karena lupa atau sengaja tidak membawa id card
saat hendak pergi keluar hotel. Maka peran Muthawif dan Tour Leader Umroh
sangat penting disini usahakan untuk selalu mengingatkan semua jamaah agar
memakai id card kemanapun pergi.
Kerja sama
yang baik antara Muthawif umroh dan Tour Leader Umroh sangat penting karena
akan menghasilkan output berupa kepuasan dan keteraturan jamaah umroh. Dengan begitu,
proses ibadah umroh akan berjalan dengan lancer dan sesuai dengan syariat
Islam.
Oke,Kembali ke
tema tulisan kali ini, yaitu pengalaman membawa jamaah yang tidak dapat melihat
ka’bah. Usia jamaahnya kira-kira enam puluh tahunan. Ia seorang perempuan.
Kronologis
Setelah menghabiskan
waktu tiga malam di Madinah, kami semua bergerak menuju kota Makkah dengan
terlebih dahulu mampir di Masjid Bir Ali Madinah. Jarak antara hotel di Madinah
dengan Masjid Bir Ali tidak begitu jauh, kira-kira dua puluh menitan.
Sampai di
Masjid Bir Ali, kami turun dari bus dan masuk ke Masjid untuk melaksanakan
sholat sunnah ihram dua rakaat. Selesai sholat, kami bergegas menuju bus untuk
kemudian melaksanakan niat umroh secara berjamaah dipimpin oleh seorang
Muthawif.
Selesai niat
umroh Bersama-sama, perjalanan dilanjut ke Makkah. Jarak tempuhnya kurang lebih
5-6 jam denga supir orang Indonesia. Bisa jadi lebih cepat jika supir busnya
orang Mesir, Pakistan dll.
Sampai di Makkah
Setelah perjalanan
cukup jauh dan melelahkan. Ditambah jamaah harus hati-hati agar tidak melanggar
larangan ihram, maka sampai juga di Hotel Kota Makkah. Hotel yang kami tinggali
tidak jauh jaraknya dengan Masjidil Haram.
Didalam hotel,
kami memasukkan koper dan lain-lain. Makan malam Bersama dan persiapan lainnya
sebelum masuk Masjidil Haram untuk melaksanakan ibadah inti umroh yaitu tawaf
di ka’bah, sai antara bukit shofa dan marwah, dan tahallul sebagai rukun akhir
dari rukun umroh.
Seperti jamaah
lainnya, kami juga tidak langsung Kembali ke hotel. Kami istirahat sejenak di
bukit marwa sambal melihat jamaah lain sai. Ada juga yang sambil minum air
zam-zam.
Setelah itu,
kami Kembali ke hotel. Waktu menunjukan kira-kira pukul 1.30 waktu Arab Saudi. Tiba
di hotel, kemudian semua masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat.
Saya dan
Muthawif juga sama, siap-siap istirahat karena kondisi badan lumayan capek. Namun
Ketika hendak beranjak istirahat, tiba-tiba Ustadzah (pipinan majelis ta’lim)
telpon agar saya ke kamar hotel salah satu jamaah.
Tidak pakai
lama, saya langsung bergegas ke kamar tersebut. Sampai disana saya kaget
mendengar cerita salah satu jamaah yang saat tawaf tadi tidak bisa melihat ka’bah.
Mendengar cerita
itu, saya merasa sedih dan heran. Dalam piker saya, kok bisa ya tidak bisa
melihat ka’bah. Padahal ukuran ka’bah itu besar.
Kebetulan,
saat tawaf saya tidak satu lantai dengan jama’ah itu. Karena ia berada di lantai
dua (khusus kursi roda) sementara saya dengan jamaah lainnya, melaksanakan umro
di lantai dasar dekat dengan ka’bah.
Ibu yang
tidak bisa melihat ka’bah itu juga dibantu anak dan menantunya menggunakan kursi
roda saat tawaf, sai dan lainnya.
Saya tidak
lama menunda, langsung membawa jamaah yang tidak bisa melihat ka’bah itu Bersama
kedua anaknya untuk tawaf Kembali.
Saya ajak
tawaf di lantai dua, putara pertama, kedua saya tanya tetap belum melihat ka’bah.
Setelah mau selesau tawaf, akhirnya saya tanya lagi dan sambil berhenti sejenak
menghadap ka’bah.
Jamaah itu
nangis pecah. Perasaannya campur aduk karena ternyata setelah dibimbing untuk
membaca istighfar, sholawat, mengingat dosa apa yang telah diperbuat saat di
tanah kampung halaman.
Maka dengan
kebesaran Allah Swt, alhamdulillah akhirnya bisa melihat ka’bah yang mulia. Dan
sebagai seorang Muthawif, saya merasa sangat senang dan lega.
Akhirnya kami
semua Kembali ke hotel untuk istirahat.
Sepintas,
cerita ini memang biasa saja, akan tetapi penuh makna. Bahwa Ketika ibadah ke
tanah suci, hati, pikiran, dan perbuatan harus betul-betul dibersihkan. Jika punya
salah terhadap sesama manusia, maka hendaknya meminta maaf terlebih dahulu agar
tidak menjadi beban di tanah suci.
Di akhir
tulisan ini, saya Kembali mengingatkan kepada sahabat calon tamu Allah dan
Rasulullah SAW agar berlaku baik. Hikmah dari tulisan ini adalah agar kita
senantiasa berlaku lampah baik dengan siapapun. Tidak menyakiti hati tetangga,
saudara, keluarga, terlebih orang tua yang telah susah payah mendidik
anak-anaknya.
Memperbanyak
istigfar untuk melembutkan hati kita. Membaca sholawat agar senantias terhindar
dari perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah Swt. Istiqomah dalam ketaatan
kepada Allah SWT.
Demikian tulisan
singkat ini. Sebuah kisah atau cerita pengalaman berharga yang saya alami
sendiri sebagai seorang tour leader/muthawif umroh. Harapan saya dengan
ditulisnya pengalaman ini, bisa jadi pelajaran terutama untuk pribadi dan
umumnya untuk seluruh umat Islam.
Umroh sudah Kembali
dibuka, meski dengan regulasi yang amat ketat dan procedural. Tetapi saya lihat
tidak ada surut bagi jamaah terutama Indonesia.
Semoga pandemi
segera berlalu dan kehidupan Kembali normal seperti sediakala. Aamiin ya
mujiibassailiin birahmatika ya arhamarrahimiin.